Rabu, 10 April 2013

CERITA BIJAK


CERITA SEEKOR TIKUS

Sepasang suami istri petani pulang ke rumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam,
"Hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar?"

Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak,
"Ada perangkap tikus di rumah!....di rumah sekarang ada perangkap tikus!...."
Ia mendatangi ayam dan berteriak,
"Ada perangkap tikus!"
Sang Ayam berkata,
"Tuan Tikus, aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku"

Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak.
Sang Kambing pun berkata,
"Aku turut bersimpati...tapi tidak ada yang bisa aku lakukan."
Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama.
" Maafkan aku, tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"
Ia lalu lari ke hutan dan bertemu ular.
Sang ular berkata,
"Ahhh...Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku"

Akhirnya Sang Tikus kembali ke rumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri. Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yang terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah. Walaupun sang Suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang istri tidak sempat diselamatkan.

Sang suami harus membawa istrinya ke rumah sakit dan kemudian istrinya sudah boleh pulang, namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam. Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya(kita semua tau, sop ceker ayam sangat bermanfaat buat mengurangi demam). Suaminya dengan segera menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya. Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk mengambil hatinya. Masih, istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.

Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat. Dari kejauhan...Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi.

SUATU HARI.. KETIKA ANDA MENDENGAR SESEORANG DALAM KESULITAN DAN MENGIRA ITU BUKAN URUSAN ANDA... PIKIRKANLAH SEKALI LAGI..

Selasa, 09 April 2013

DAYAK TERBEBAS DALAM LINGKARAN KONFLIK?


Di Kalimantan Barat, konflik yang bernuansa SARA, terlebih menyangkut hubungan antarsuku bangsa, bukan hal yang baru. Mulai tahun 1967, sejak terjadi anti Tionghoa di daerah Kalbar. Bahkan jauh dari itu, tahun 1770-1854, yakni konflik antar warga Tionghoa, Melayu dan Dayak. Konflik tersebut sudah berulang kali terjadi, terakhir terjadi pada tahun 1999 dan 2000 antara Melayu dan Madura yang mengakibatkan banyak korban jiwa dikedua belah pihak. Dari sekian banyak konflik itu, tidak jarang suku Dayak selalu terlibat, terlebih dengan suku Madura.
Kedatangan banyak etnis lain ke Kalimantan Barat telah menimbulkan ketakutan pada etnis asli, yaitu Dayak. Dari sekian etnis yang datang, suku Madura adalah yang paling berani (=menantang). Sedikit saja ada konflik antar keduanya, pasti akan berkembang menjadi konflik komunal.  Akibat diskriminasi yang dialami oleh orang Dayak pada zaman Orde Baru , membuat orang Dayak menjadi mudah emosi.
Namun sejak tahun 1999, etnis Dayak sudah tidak terlibat lagi dalam situasi konflik. Justru saat ini etnis Melayu mudah terlibat konflik yang dulunya jarang terlibat konflik, karena mereka merasa terancam. Pada tingkat pemerintahan provinsi mereka tersingkir, sehingga secara politik mereka kalah bahkan terhegemoni oleh etnis Dayak.
Ada beberapa faktor yang membuat etnis Dayak saat ini tidak pernah lagi terlibat konflik antar etnis. Pertama, tidak lepas dari pengaruh agama, khususnya agama Katolik, yang masuk dalam kehidupan orang Dayak. Pada masa sebelum dan selama kolonial, Kalimantan Barat terpecah dalam peperangan antar kelompok orang Dayak yang popular di sebut “Kayau”. Ketika itu pengetahuan dan keterlibatan orang Dayak dalam dunia politik sangat terbatas, mereka hanya berpikir untuk menghabisi setiap orang yang dianggap membahayakan (musuh). Kemudian, atas prakarsa missioner Belanda , orang Dayak kemudian berhasil menciptakan perdamaian diantara mereka pada kongres di Tumbang Anoi pada tahun 1894.
Kedua, berkaitan dengan hegemoni etnis, terutama dalam kekuasaan politik. Konflik antar etnis yang terjadi selama ini bukan semata karena perbedaan budaya, tetapi juga lebih jelas memiliki hubungan dengan aktivitas politik etnis dan upaya melawan hegemoni etnik yang berkuasa. Selama terlibat konflik, etnis Dayak terpinggirkan dari panggung politik yang membuat mereka termarginalkan dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga mereka mudah sekali emosi ketika terjadi pergesekan dengan etnis lain. Tetapi semenjak etnis Dayak menemukan kembali hegemoni etnisnya dalam kekuasaan politik, membuat mereka merasa nyaman dan tidak lagi terpinggirkan.  Karena tidak dapat dipungkiri bahwa elit etnis yang berkuasa akan menjalankan hegemoni etnis atas etnis lain.

INDONESIAN YOUTH DAY 2012



    Bulan Oktober tahun 2012 merupakan hari yang bersejarah bagi Orang Muda Katolik (OMK) di Indonesia. Karena pada bulan itu, tepatnya pada tanggal 20-26, diadakan Pertemuan Akbar OMK se-Indonesia atau Indonesian Youth Day untuk pertamakalinya, yang berpusat di Keuskupan Sanggau Kalimantan Barat. Pertemuan tersebut dihadiri tidak kurang dari 2500 OMK dari 37 Keuskupan yang ada di Indonesia. salah satu peserta yang ikut adalah penulis sendiri mewakili Keuskupan Agung Pontianak.

     Ini merupakan sebuah langkah baru dalam proses menyatukan orang-orang muda Katolik dalam koridor rohani. Meskipun harus terpisah oleh jarak yang jauh, tetapi tidak menyurutkan niat para OMK untuk bersatu berbagi cerita, pengalaman, dan keunikan masing-masing keuskupan, sehingga saling meneguhkan iman satu sama lain. 
    Pertemuan ini sekaligus merupakan miniatur nasional dari Hari Sumpah Pemuda. Bedanya, kalau pemuda Indonesia secara umum pada waktu itu bersumpah untuk setia menjadi bagian dari bangsa Indonesia, OMK bersumpah setia tidak hanya menjadi bagian dari bangsa Indonesia, tetapi juga setia menjadi Katolik sejati. Hal itu sesuai dengan slogan Mgr. Soegijapranoto (alm.): "100% Katolik, 100% Indonesia". Ya, tidak dapat dipungkiri bahwa OMK Indonesia tumbuh dan berkembang dalam kekatolikan dan keindonesiaan. Dua identitas yang berjalan beriringan.
    Dalam pertemuan tersebut diadakan beberapa kegiatan yang merangsang peserta untuk mempunyai rasa kepedulian terhadap perkembangan Gereja dan situasi bangsa Indonesia, seperti sharing bersama beberapa tokoh Katolik , workshop yang membahas beberapa tema aktual, seperti: Makna Penting Dialog Antar Agama, Bagaimana Imanku di Era Digital?, OMK Pembawa Harapan Perdamaian dan Keadilan di Indonesia, dan masih ada beberapa tema lainnya. Selain itu, ada juga Display Budaya, menampilkan ciri khas  budaya dari masing-masing daerah.
Waktu yang disediakan untuk pertemuan tersebut tidak terasa harus berlalu. Tersembur raut kesedihan dari para OMK, yang seakan mau mengatakan bahwa pertemuan itu harus diadakan beberapa hari lagi. Tapi apa mau dikata, akhirnya kami yang ikut pertemuan itu harus berpisah. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tetapi kekecewaan kami sedikit terobati, bahwa pertemuan seperti itu akan diadakan setiap 4 tahun sekali. Meskipun masih lama, tapi kami akan menantikan saat-saat seperti yang telah kami lalui bersama.